Orang jawa tradisional percaya akan eksistensi sedulur papat/saudara empat yg selalu mendampingi seseorang dimana saja dan kapan saja selama orang itu masih hidup. Meraka memang ditugas oleh kekausaan alam untuk selalu setia membantu. Mereka tidak mempunyai badan jasmani tetapi ada baiknya dan kamu juga harus mempunyai hubungan baik dengan mereka Adapun yang disebut sedulur papat adalah:
1. KAKANG KAWAH: saudara tua kawah, dia keluar dari gua garba ibu sebelum kamu, tempatnya d timur warnanya putih
2. ADI ARI-ARI: adik ari-ari, dia keluar dari gua garba ibu setelah kamu, tempatnya di barat warnanya kuning
3. GETIH: darah yang keluar dari gua garba ibu sewaktu melahirkan, tempatnya di selatan warnanya merah
4. PUSER: pusar yang dipotong sesudah kelahiran mu, tempatnya di utara warnanya hitam Selain sedulur papat diatas, yang lain adalah kelima pancer itulah badan jasmani kamu. Merekalah yang disebut sedulur papat kelima pancer, mereka ada karena kamu ada. Sementara orang mengatakan mereka kiblat papat lima tengah (empat jurusan yang kelima di tengah). Mereka berlima di lahirkan melalui ibu. Mereka itu adalah MAR dan MARTI, berbentuk udara. MAR adalah udara yang di hasilkan karena perjuangan ibu saat melahirkan bayi sedangkan MARTI adalah udara yang merupakan rasa ibu sesudah selamat melahirkan si jabang bayi. Secara mistis MAR dan MARTI ini warnanya putih dan kuning. Kamu bisa minta bantuan MAR dan MARTI setelah kamu melakukan tapa brata (laku spiritual yang sesungguhnya)
Dalam pemikiran Jawa pengertian Sedulur Papat Limo Pancer (Empat Saudara dan Yang Kelima Tengah) mempunyai pengertian yang terus berkembang dari zaman pra-Islam hingga zaman Islam.
Pengertian asalnya adalah penyelarasan antara jagad kecil (manusia-mikrokosmos) dengan jagad besar Alam Semesta (makrokosmos). Saudara yang empat yang ada di jagad besar itu adalah empat kiblat yang ada yaitu timur, selatan, barat dan utara. Ditambah saudara pancer yaitu tengah dimana diri manusia itu berada.
Sedangkan empat saudara yang berkaitan dengan jagad kecil (manusia) adalah apa-apa yang mengiringi kelahirannya. Mereka itu adalah kakang kawah (air ketuban), adi ari-ari (plasenta), getih (darah) dan puser (tali plasenta). Sedangkan yang kelima pancernya adalah diri manusianya itu sendiri.
Dari pengertian asal ini kemudian berkembang dengan adanya pengaruh agama Hindu. Sedulur papat (empat saudara) kemudian dimaknai selain sebagai empat kiblat juga kemudian dimaknai sebagai unsur alam yang menjadi pembentuk jasad manusia. Empat anasir ini adalah bumi/tanah, air, api dan angin. Sedang yang kelima pancer adalah diri manusia itu sendiri.
Bagi orang Jawa semua ’sedulur’ tadi harus diruwat, dirawat dan dihormati dengan cara diselamati dengan ‘bancaan’ atau tumpengan. Mereka semua dianggap ‘pamomong’ atau penjaga manusia. Biasanya penyebutan untuk mereka dan sekalian untuk unsur-unsur alam semesta disebut dengan “sedulurku sing lahir bareng sedino, sing ora lahir bareng sedino, sing kerawatan lan sing ora kerawatan”. Artinya : “saudaraku yang lahir bersamaan sehari denganku ( air ketuban, ari-ari, darah kelahiran, tali plasenta,dan ruh/jiwa ), saudara yang tidak lahir bersamaan (unsur alam semesta ), yang terawat maupun yang tidak terawat”.
Namun pengertian ini kemudian berkembang lagi dengan adanya pengaruh agama islam. Oleh Kanjeng Sunan Kalijaga ( ?) kemudian ditambahkan pengertian baru yang bernafaskan Islam. Yaitu empat saudara itu adalah empat jenis nafsu manusia sedangkan yang kelima pancer adalah hati nurani atau ‘alam rahsa / sirr’. Unsur empat nafsu adalah nafsu aluamah, sufiyah, amarah dan muthmainah.
Nafsu aluamah berkaitan dengan insting dasar manusia. Yaitu keinginan untuk makan, minum, berpakaian, bersenggama, dll. Dikatakan bahwa nafsu aluama ini terjadi karena pengaruh unsur tanah yang menjadi unsur pembentuk jasad manusia.
Nafsu sufiyah berkaitan dengan keinginan duniawi untuk dipuji, untuk kaya, mendapat derajad dan pangkat, loba, tamak dll. Nafsu ini berpadanan dengan sifat udara yang menjadi unsur pembentuk jasad. Sifat dari udara adalah selalu ingin memenuhi ruang selagi ruang itu ada (ruang kosong).
Nafsu amarah berkaitan dengan keinginan untuk mempertahankan harga diri, rasa marah, emosi dll. Dikatakan nafsu ini mendapat pengaruh dari sifat panas / api yang menjadi pembentuk jasad mansia.
Nafsu muthmainah adalah nafsu yang mengajak kearah kebaikan. Dikatakan bahwa nafsu ini mendapat pengaruh sifat air yang juga menjadi pembentuk jasad manusia.
Untuk penyebutan unsur kelima pancer ada bermacam-macam penafsiran. Ada yang mengatakan Nur Muhammad, ada yang mengartikan sebagai ‘guru sejati’, ada yang menyebut ‘roso jati sejatining roso’ (rasa sejati, sejatinya rasa). Intinya saudara pancer yang kelima itu adalah unsur ’super ego’ yang menjadi sumber nilai bagi manusia. Dalam hal ini penulis cenderung mengartikan sebagai “bashiroh” yaitu mata hati yang bersumber dari kesejatian ‘min Ruhi’ yang dianugerahkan oleh ilahi.
Keempat nafsu yang ada harus ‘dirawat’, diatur, diseimbangkan dan harus berjalan dibawah kendali akal dalam bimbingan hidayah ilahi. Itulah makna dari ‘angaweruhi’ (merawat) sedulur papat limo pancer.
Namun bagi saya, pemaknaan yang konfrenhensif yang melibatkan macam-macam pengertian yang ada itulah yang harus kita hayati. Yaitu mengakui dan menyelaraskan diri kita (mikrokosmos) sebagai bagian dari jagad besar (makrokosmos) dan sekaligus pengendalian diri kita atas nafsu-nafsu kita dibawah akal dan dalam ‘pituduh’ (petunjuk / hidayah) ilahi.
Kakang Kawah Adi Ari-Ari atau Sedulur Papat Lima Pancer
Pancer itu diibaratkan diri sendiri, Posisi pancer berada ditengah, diapit oleh dua saudara tua (kakang mbarep, kakang kawah) dan dua saudara muda (adi ari-ari dan adi wuragil). Ngelmu sedulur papat lima pancer lahir dari konsep penyadaran akan awal mula manusia diciptakan dan tujuan akhir hidup manusia (sangkan paraning dumadi). Awal mula manusia diciptakan di awali dari saat-saat menjelang kelahiran. Sebelum sang bayi (bayi, dalam konteks ini adalah pancer) lahir dari rahim ibu, yang muncul pertama kali adalah rasa cemas si ibu. Rasa cemas itu dinamakan Kakang mbarep. Kemudian pada saat menjelang bayi itu lahir, keluarlah cairan bening atau banyu kawah sebagai pelicin, untuk melindungi si bayi, agar proses kelahiran lancar dan kulit bayi yang lembut tidak lecet atau terluka. Banyu kawah itu disebut Kakang kawah.
Setelah bayi lahir akan disusul dengan keluarnya ari-ari dan darah. Ari-ari disebut Adi ari-ari dan darah disebut Adi wuragil. Ngelmu sedulur papat lima pancer memberi tekanan bahwa, manusia dilahirkan ke dunia ini tidak sendirian. Ada empat saudara yang mendampingi. Pancer adalah suksma sejati dan sedulur papat adalah raga sejati.
Bersatunya suksma sejati dan raga sejati melahirkan sebuah kehidupan. Hubungan antara pancer dan sedulur papat dalam kehidupan, digambarkan dengan seorang sais mengendalikan sebuah kereta, ditarik oleh empat ekor kuda, yang berwarna merah, hitam, kuning dan putih. Sais kereta melambangkan kebebasan untuk memutuskan dan berbuat sesuatu. Kuda merah melambangkan energi, semangat, kuda hitam melambangkan kebutuhan biologis, kuda kuning melambangkan kebutuhan rohani dan kuda putih melambangkan keheningan, kesucian. Sebagai sais, tentunya tidak mudah mengendalikan empat kuda yang saling berbeda sifat dan kebutuhannya. Jika sang sais mampu mengendalikan dan bekerjasama dengan ke empat ekor kudanya dengan baik dan seimbang, maka kereta akan berjalan lancar sampai ke tujuan akhir. Sang Sangkan Paraning Dumadi. Dalam adat dan ajaran jawa dikenal istilah 'SEDULUR PAPAT KELIMA PANCER' PANCER adalah diri kita.
setiap manusia mempunyai empat saudara ketika masih berupa janin. meraka menjaga pertumbuhan manusia didalam kandungan Ibu. Anak pertama yaitu KETUBAN atau KAWAH, ketika Ibu melahirkan yang pertama keluar adalah ketuban karena itu dianggap sebagai Saudara Tua. Setelah itu saudara kandung yang lebih muda yaitu ARI-ARI, Tembuni atau Plasenta pembungkus janin dalam rahim. ARI-ARI memayungi tindakan sang janin dalam perut Ibu yang mengantarkan sampai ke tujuan yaitu ikut keluar bersama sang bayi. Berikutnya DARAH inipun saudara sang janin, tanpa adanya darah janin bukan saja tak bisa tumbuh tapi juga akan mengalami keguguran. Saudara berikutnya yaitu PUSAR ia sebagai sarana yang menghantarkan zat makanan dari sang ibu kepada janin.
Umumnya orang menganggap bahwa KETUBAN, ARI-ARI, DARAH dan TALI PUSAR adalah wahana atau alat yang dibutuhkan untuk pertumbuhan janin dalam perut. Begitu bayi dilahirkan semua itu akan dianggap tidak berfungsi lagi dan tak ada sangkut pautnya dalam kehidupan... dan yang demikian ini merupakan pandangan Materialistik padahal begitu besar maknanya dan pengertiannya bila dilihat dari sudut Metafisik. Saudara kita itulah yang menjaga kita dalam kehidupan ini yang kembali ke anasir bumi, air , udara dan api hanyalah ke empat jasadnya. namun dari segi spiritualnya masih menyertai kehidupan. “Sedulur papat” yang sering disebut “Kakang Pembarep/Kakang Kawah, Adi Ari-ari/Adi Wuragil”. Pemahaman mengenai Empat saudara (kanda) dan satu musuh (kala) yang menemani pribadi sesorang sepanjang perjalanan hidupnya adalah refleksi dari metamofosis Dewa (kekuatan Hyang Widhi) yang datang pada peristiwa kelahiran manusia. Menurut pemahaman kami, Dewa adalah perwujudan Kekuatan Hyang Widhi. Dewa Kala adalah ego manusia. Sedangkan empat saudara penolong Manusia adalah Dewi Uma, Dewa Iswara, Dewa Brahma dan Dewa Mahadewa.Dalam Layang Joyoboyo disebutkan,ketika janin mau masuk umur delapan bulan dalam kandungan, Gusti mengeluarkan kuasanya mencipta asal-usul saudara empat : 1.Darah Putih, artinya Belas-Kasih. 2.Bungkus, artinya yang membuat kekuatan. 3.Ari-ari (placenta) yang menjaga sukma. 4.Darah Merah, yang melawan kondisi berbahaya.
Simbolisasi sedulur papat limo pancer dalam perwayangan
Semar sebagai pamomong keturunan Sapta arga tidak sendirian. Ia ditemani oleh tiga anaknya, yaitu; Gareng, Petruk, Bagong. Ke empat abdi tersebut dinamakan Panakawan. Dapat disaksikan, hampir pada setiap pegelaran wayang kulit purwa, akan muncul seorang ksatria keturunan Saptaarga diikuti oleh Semar, Gareng, Petruk, Bagong. Cerita apa pun yang dipagelarkan, ke lima tokoh ini menduduki posisi penting. Kisah Mereka diawali mulai dari sebuah pertapaan Saptaarga atau pertapaan lainnya. Setelah mendapat berbagai macam ilmu dan nasihat-nasihat dari Sang Begawan, mereka turun gunung untuk mengamalkan ilmu yang telah diperoleh, dengan melakukan tapa ngrame. (menolong tanpa pamrih).
Dikisahkan, perjalanan sang Ksatria dan ke empat abdinya memasuki hutan. Ini menggambarkan bahwa sang ksatria mulai memasuki medan kehidupan yang belum pernah dikenal, gelap, penuh semak belukar, banyak binatang buas, makhluk jahat yang siap menghadangnya, bahkan jika lengah dapat mengacam jiwanya. Namun pada akhirnya Ksatria, Semar, Gareng, Petruk, Bagong berhasil memetik kemenangan dengan mengalahkan kawanan Raksasa, sehingga berhasil keluar hutan dengan selamat. Di luar hutan, rintangan masih menghadang, bahaya senantiasa mengancam. Berkat Semar dan anak-anaknya, sang Ksatria dapat menyingkirkan segala penghalang dan berhasil menyelesaikan tugas hidupnya dengan selamat.
Mengapa peranan Semar dan anak-anaknya sangat menentukan keberhasilan suatu kehidupan? Semar merupakan gambaran penyelenggaraan Illahi yang ikut berproses dalam kehidupan manusia. Untuk lebih memperjelas peranan Semar, maka tokoh Semar dilengkapi dengan tiga tokoh lainnya. Ke empat panakawan tersebut merupakan simbol dari cipta, rasa, karsa dan karya. Semar mempunyai ciri menonjol yaitu kuncung putih. Kuncung putih di kepala sebagai simbol dari pikiran, gagasan yang jernih atau cipta. Gareng mempunyai ciri yang menonjol yaitu bermata kero, bertangan cekot dan berkaki pincang. Ke tiga cacat fisik tersebut menyimbolkan rasa. Mata kero, adalah rasa kewaspadaan, tangan cekot adalah rasa ketelitian dan kaki pincang adalah rasa kehati-hatian. Petruk adalah simbol dari kehendak, keinginan, karsa yang digambarkan dalam kedua tangannya. Jika digerakkan, kedua tangan tersebut bagaikan kedua orang yang bekerjasama dengan baik. Tangan depan menunjuk, memilih apa yang dikehendaki, tangan belakang menggenggam erat-erat apa yang telah dipilih. Sedangkan karya disimbolkan Bagong dengan dua tangan yang kelima jarinya terbuka lebar, artinya selalu bersedia bekerja keras.
Cipta, rasa, karsa dan karya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Cipta, rasa, karsa dan karya berada dalam satu wilayah yang bernama pribadi atau jati diri manusia, disimbolkan tokoh Ksatria. Gambaran manusia ideal adalah merupakan gambaran pribadi manusia yang utuh, dimana cipta, rasa, karsa dan karya dapat menempati fungsinya masing-masing dengan harmonis, untuk kemudian berjalan seiring menuju cita-cita yang luhur. Dengan demikian menjadi jelas bahwa antara Ksatria dan panakawan mempunyai hubungan signifikan. Tokoh ksatria akan berhasil dalam hidupnya dan mencapai cita-cita ideal jika didasari sebuah pikiran jernih (cipta), hati tulus (rasa), kehendak, tekad bulat (karsa) dan mau bekerja keras (karya).
Simbolisasi ksatria dan empat abdinya, serupa dengan 'ngelmu' sedulur papat lima pancer. Sedulur papat adalah panakawan, lima pancer adalah ksatriya.
1. KAKANG KAWAH: saudara tua kawah, dia keluar dari gua garba ibu sebelum kamu, tempatnya d timur warnanya putih
2. ADI ARI-ARI: adik ari-ari, dia keluar dari gua garba ibu setelah kamu, tempatnya di barat warnanya kuning
3. GETIH: darah yang keluar dari gua garba ibu sewaktu melahirkan, tempatnya di selatan warnanya merah
4. PUSER: pusar yang dipotong sesudah kelahiran mu, tempatnya di utara warnanya hitam Selain sedulur papat diatas, yang lain adalah kelima pancer itulah badan jasmani kamu. Merekalah yang disebut sedulur papat kelima pancer, mereka ada karena kamu ada. Sementara orang mengatakan mereka kiblat papat lima tengah (empat jurusan yang kelima di tengah). Mereka berlima di lahirkan melalui ibu. Mereka itu adalah MAR dan MARTI, berbentuk udara. MAR adalah udara yang di hasilkan karena perjuangan ibu saat melahirkan bayi sedangkan MARTI adalah udara yang merupakan rasa ibu sesudah selamat melahirkan si jabang bayi. Secara mistis MAR dan MARTI ini warnanya putih dan kuning. Kamu bisa minta bantuan MAR dan MARTI setelah kamu melakukan tapa brata (laku spiritual yang sesungguhnya)
Dalam pemikiran Jawa pengertian Sedulur Papat Limo Pancer (Empat Saudara dan Yang Kelima Tengah) mempunyai pengertian yang terus berkembang dari zaman pra-Islam hingga zaman Islam.
Pengertian asalnya adalah penyelarasan antara jagad kecil (manusia-mikrokosmos) dengan jagad besar Alam Semesta (makrokosmos). Saudara yang empat yang ada di jagad besar itu adalah empat kiblat yang ada yaitu timur, selatan, barat dan utara. Ditambah saudara pancer yaitu tengah dimana diri manusia itu berada.
Sedangkan empat saudara yang berkaitan dengan jagad kecil (manusia) adalah apa-apa yang mengiringi kelahirannya. Mereka itu adalah kakang kawah (air ketuban), adi ari-ari (plasenta), getih (darah) dan puser (tali plasenta). Sedangkan yang kelima pancernya adalah diri manusianya itu sendiri.
Dari pengertian asal ini kemudian berkembang dengan adanya pengaruh agama Hindu. Sedulur papat (empat saudara) kemudian dimaknai selain sebagai empat kiblat juga kemudian dimaknai sebagai unsur alam yang menjadi pembentuk jasad manusia. Empat anasir ini adalah bumi/tanah, air, api dan angin. Sedang yang kelima pancer adalah diri manusia itu sendiri.
Bagi orang Jawa semua ’sedulur’ tadi harus diruwat, dirawat dan dihormati dengan cara diselamati dengan ‘bancaan’ atau tumpengan. Mereka semua dianggap ‘pamomong’ atau penjaga manusia. Biasanya penyebutan untuk mereka dan sekalian untuk unsur-unsur alam semesta disebut dengan “sedulurku sing lahir bareng sedino, sing ora lahir bareng sedino, sing kerawatan lan sing ora kerawatan”. Artinya : “saudaraku yang lahir bersamaan sehari denganku ( air ketuban, ari-ari, darah kelahiran, tali plasenta,dan ruh/jiwa ), saudara yang tidak lahir bersamaan (unsur alam semesta ), yang terawat maupun yang tidak terawat”.
Namun pengertian ini kemudian berkembang lagi dengan adanya pengaruh agama islam. Oleh Kanjeng Sunan Kalijaga ( ?) kemudian ditambahkan pengertian baru yang bernafaskan Islam. Yaitu empat saudara itu adalah empat jenis nafsu manusia sedangkan yang kelima pancer adalah hati nurani atau ‘alam rahsa / sirr’. Unsur empat nafsu adalah nafsu aluamah, sufiyah, amarah dan muthmainah.
Nafsu aluamah berkaitan dengan insting dasar manusia. Yaitu keinginan untuk makan, minum, berpakaian, bersenggama, dll. Dikatakan bahwa nafsu aluama ini terjadi karena pengaruh unsur tanah yang menjadi unsur pembentuk jasad manusia.
Nafsu sufiyah berkaitan dengan keinginan duniawi untuk dipuji, untuk kaya, mendapat derajad dan pangkat, loba, tamak dll. Nafsu ini berpadanan dengan sifat udara yang menjadi unsur pembentuk jasad. Sifat dari udara adalah selalu ingin memenuhi ruang selagi ruang itu ada (ruang kosong).
Nafsu amarah berkaitan dengan keinginan untuk mempertahankan harga diri, rasa marah, emosi dll. Dikatakan nafsu ini mendapat pengaruh dari sifat panas / api yang menjadi pembentuk jasad mansia.
Nafsu muthmainah adalah nafsu yang mengajak kearah kebaikan. Dikatakan bahwa nafsu ini mendapat pengaruh sifat air yang juga menjadi pembentuk jasad manusia.
Untuk penyebutan unsur kelima pancer ada bermacam-macam penafsiran. Ada yang mengatakan Nur Muhammad, ada yang mengartikan sebagai ‘guru sejati’, ada yang menyebut ‘roso jati sejatining roso’ (rasa sejati, sejatinya rasa). Intinya saudara pancer yang kelima itu adalah unsur ’super ego’ yang menjadi sumber nilai bagi manusia. Dalam hal ini penulis cenderung mengartikan sebagai “bashiroh” yaitu mata hati yang bersumber dari kesejatian ‘min Ruhi’ yang dianugerahkan oleh ilahi.
Keempat nafsu yang ada harus ‘dirawat’, diatur, diseimbangkan dan harus berjalan dibawah kendali akal dalam bimbingan hidayah ilahi. Itulah makna dari ‘angaweruhi’ (merawat) sedulur papat limo pancer.
Namun bagi saya, pemaknaan yang konfrenhensif yang melibatkan macam-macam pengertian yang ada itulah yang harus kita hayati. Yaitu mengakui dan menyelaraskan diri kita (mikrokosmos) sebagai bagian dari jagad besar (makrokosmos) dan sekaligus pengendalian diri kita atas nafsu-nafsu kita dibawah akal dan dalam ‘pituduh’ (petunjuk / hidayah) ilahi.
Kakang Kawah Adi Ari-Ari atau Sedulur Papat Lima Pancer
Pancer itu diibaratkan diri sendiri, Posisi pancer berada ditengah, diapit oleh dua saudara tua (kakang mbarep, kakang kawah) dan dua saudara muda (adi ari-ari dan adi wuragil). Ngelmu sedulur papat lima pancer lahir dari konsep penyadaran akan awal mula manusia diciptakan dan tujuan akhir hidup manusia (sangkan paraning dumadi). Awal mula manusia diciptakan di awali dari saat-saat menjelang kelahiran. Sebelum sang bayi (bayi, dalam konteks ini adalah pancer) lahir dari rahim ibu, yang muncul pertama kali adalah rasa cemas si ibu. Rasa cemas itu dinamakan Kakang mbarep. Kemudian pada saat menjelang bayi itu lahir, keluarlah cairan bening atau banyu kawah sebagai pelicin, untuk melindungi si bayi, agar proses kelahiran lancar dan kulit bayi yang lembut tidak lecet atau terluka. Banyu kawah itu disebut Kakang kawah.
Setelah bayi lahir akan disusul dengan keluarnya ari-ari dan darah. Ari-ari disebut Adi ari-ari dan darah disebut Adi wuragil. Ngelmu sedulur papat lima pancer memberi tekanan bahwa, manusia dilahirkan ke dunia ini tidak sendirian. Ada empat saudara yang mendampingi. Pancer adalah suksma sejati dan sedulur papat adalah raga sejati.
Bersatunya suksma sejati dan raga sejati melahirkan sebuah kehidupan. Hubungan antara pancer dan sedulur papat dalam kehidupan, digambarkan dengan seorang sais mengendalikan sebuah kereta, ditarik oleh empat ekor kuda, yang berwarna merah, hitam, kuning dan putih. Sais kereta melambangkan kebebasan untuk memutuskan dan berbuat sesuatu. Kuda merah melambangkan energi, semangat, kuda hitam melambangkan kebutuhan biologis, kuda kuning melambangkan kebutuhan rohani dan kuda putih melambangkan keheningan, kesucian. Sebagai sais, tentunya tidak mudah mengendalikan empat kuda yang saling berbeda sifat dan kebutuhannya. Jika sang sais mampu mengendalikan dan bekerjasama dengan ke empat ekor kudanya dengan baik dan seimbang, maka kereta akan berjalan lancar sampai ke tujuan akhir. Sang Sangkan Paraning Dumadi. Dalam adat dan ajaran jawa dikenal istilah 'SEDULUR PAPAT KELIMA PANCER' PANCER adalah diri kita.
setiap manusia mempunyai empat saudara ketika masih berupa janin. meraka menjaga pertumbuhan manusia didalam kandungan Ibu. Anak pertama yaitu KETUBAN atau KAWAH, ketika Ibu melahirkan yang pertama keluar adalah ketuban karena itu dianggap sebagai Saudara Tua. Setelah itu saudara kandung yang lebih muda yaitu ARI-ARI, Tembuni atau Plasenta pembungkus janin dalam rahim. ARI-ARI memayungi tindakan sang janin dalam perut Ibu yang mengantarkan sampai ke tujuan yaitu ikut keluar bersama sang bayi. Berikutnya DARAH inipun saudara sang janin, tanpa adanya darah janin bukan saja tak bisa tumbuh tapi juga akan mengalami keguguran. Saudara berikutnya yaitu PUSAR ia sebagai sarana yang menghantarkan zat makanan dari sang ibu kepada janin.
Umumnya orang menganggap bahwa KETUBAN, ARI-ARI, DARAH dan TALI PUSAR adalah wahana atau alat yang dibutuhkan untuk pertumbuhan janin dalam perut. Begitu bayi dilahirkan semua itu akan dianggap tidak berfungsi lagi dan tak ada sangkut pautnya dalam kehidupan... dan yang demikian ini merupakan pandangan Materialistik padahal begitu besar maknanya dan pengertiannya bila dilihat dari sudut Metafisik. Saudara kita itulah yang menjaga kita dalam kehidupan ini yang kembali ke anasir bumi, air , udara dan api hanyalah ke empat jasadnya. namun dari segi spiritualnya masih menyertai kehidupan. “Sedulur papat” yang sering disebut “Kakang Pembarep/Kakang Kawah, Adi Ari-ari/Adi Wuragil”. Pemahaman mengenai Empat saudara (kanda) dan satu musuh (kala) yang menemani pribadi sesorang sepanjang perjalanan hidupnya adalah refleksi dari metamofosis Dewa (kekuatan Hyang Widhi) yang datang pada peristiwa kelahiran manusia. Menurut pemahaman kami, Dewa adalah perwujudan Kekuatan Hyang Widhi. Dewa Kala adalah ego manusia. Sedangkan empat saudara penolong Manusia adalah Dewi Uma, Dewa Iswara, Dewa Brahma dan Dewa Mahadewa.Dalam Layang Joyoboyo disebutkan,ketika janin mau masuk umur delapan bulan dalam kandungan, Gusti mengeluarkan kuasanya mencipta asal-usul saudara empat : 1.Darah Putih, artinya Belas-Kasih. 2.Bungkus, artinya yang membuat kekuatan. 3.Ari-ari (placenta) yang menjaga sukma. 4.Darah Merah, yang melawan kondisi berbahaya.
Simbolisasi sedulur papat limo pancer dalam perwayangan
Semar sebagai pamomong keturunan Sapta arga tidak sendirian. Ia ditemani oleh tiga anaknya, yaitu; Gareng, Petruk, Bagong. Ke empat abdi tersebut dinamakan Panakawan. Dapat disaksikan, hampir pada setiap pegelaran wayang kulit purwa, akan muncul seorang ksatria keturunan Saptaarga diikuti oleh Semar, Gareng, Petruk, Bagong. Cerita apa pun yang dipagelarkan, ke lima tokoh ini menduduki posisi penting. Kisah Mereka diawali mulai dari sebuah pertapaan Saptaarga atau pertapaan lainnya. Setelah mendapat berbagai macam ilmu dan nasihat-nasihat dari Sang Begawan, mereka turun gunung untuk mengamalkan ilmu yang telah diperoleh, dengan melakukan tapa ngrame. (menolong tanpa pamrih).
Dikisahkan, perjalanan sang Ksatria dan ke empat abdinya memasuki hutan. Ini menggambarkan bahwa sang ksatria mulai memasuki medan kehidupan yang belum pernah dikenal, gelap, penuh semak belukar, banyak binatang buas, makhluk jahat yang siap menghadangnya, bahkan jika lengah dapat mengacam jiwanya. Namun pada akhirnya Ksatria, Semar, Gareng, Petruk, Bagong berhasil memetik kemenangan dengan mengalahkan kawanan Raksasa, sehingga berhasil keluar hutan dengan selamat. Di luar hutan, rintangan masih menghadang, bahaya senantiasa mengancam. Berkat Semar dan anak-anaknya, sang Ksatria dapat menyingkirkan segala penghalang dan berhasil menyelesaikan tugas hidupnya dengan selamat.
Mengapa peranan Semar dan anak-anaknya sangat menentukan keberhasilan suatu kehidupan? Semar merupakan gambaran penyelenggaraan Illahi yang ikut berproses dalam kehidupan manusia. Untuk lebih memperjelas peranan Semar, maka tokoh Semar dilengkapi dengan tiga tokoh lainnya. Ke empat panakawan tersebut merupakan simbol dari cipta, rasa, karsa dan karya. Semar mempunyai ciri menonjol yaitu kuncung putih. Kuncung putih di kepala sebagai simbol dari pikiran, gagasan yang jernih atau cipta. Gareng mempunyai ciri yang menonjol yaitu bermata kero, bertangan cekot dan berkaki pincang. Ke tiga cacat fisik tersebut menyimbolkan rasa. Mata kero, adalah rasa kewaspadaan, tangan cekot adalah rasa ketelitian dan kaki pincang adalah rasa kehati-hatian. Petruk adalah simbol dari kehendak, keinginan, karsa yang digambarkan dalam kedua tangannya. Jika digerakkan, kedua tangan tersebut bagaikan kedua orang yang bekerjasama dengan baik. Tangan depan menunjuk, memilih apa yang dikehendaki, tangan belakang menggenggam erat-erat apa yang telah dipilih. Sedangkan karya disimbolkan Bagong dengan dua tangan yang kelima jarinya terbuka lebar, artinya selalu bersedia bekerja keras.
Cipta, rasa, karsa dan karya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Cipta, rasa, karsa dan karya berada dalam satu wilayah yang bernama pribadi atau jati diri manusia, disimbolkan tokoh Ksatria. Gambaran manusia ideal adalah merupakan gambaran pribadi manusia yang utuh, dimana cipta, rasa, karsa dan karya dapat menempati fungsinya masing-masing dengan harmonis, untuk kemudian berjalan seiring menuju cita-cita yang luhur. Dengan demikian menjadi jelas bahwa antara Ksatria dan panakawan mempunyai hubungan signifikan. Tokoh ksatria akan berhasil dalam hidupnya dan mencapai cita-cita ideal jika didasari sebuah pikiran jernih (cipta), hati tulus (rasa), kehendak, tekad bulat (karsa) dan mau bekerja keras (karya).
Simbolisasi ksatria dan empat abdinya, serupa dengan 'ngelmu' sedulur papat lima pancer. Sedulur papat adalah panakawan, lima pancer adalah ksatriya.
Mantab
ReplyDelete